Entri Populer

10.10.11

Melihat Potensi Lahan Sawah di Bumi Seentak Galah Serengkuh Dayung

Dari Budaya Agraris Ke Budaya Bisnis Petani Padi

Dalam setahun dari hasil cocok tanam padi sawah di Kabupaten Tebo hanya mampu memenuhi kebutuhan 40 persen dari ratusan ribu penduduk yang tersebar di dua belas kecamatan Bumi Seentak Galah Serengkuh Dayung ini. Padahal secara menyeluruh Tebo memiliki potensi lahan sawah seluas 12.000 hektar.  Kenapa hal tersebut terjadi? Berikut ulasan Radar Tebo.


Masa bercocok tanam seolah-olah merupakan suatu revolusi pada masa prasejarah. Dan pada masa era teknologi ini manusia mengalami perubahan yang sangat besar seiring jumlahnya yang kian ramai. Namun tetap saja bercocok tanam adalah merupakan faktor pendukung terpenting bagi manusia untuk melangsungkan kehidupannya di dunia yang semakin tua ini.


Kebudayaan bercocok tanam sangat banyak jenisnya, terutama tanaman padi sawah. Di Kabupaten Tebo sendiri beberapa masyarakat kecamatan dan desa memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan penggarapan sawah. Mulai dari jangka waktu cocok tanamnya yang terdiri dari satu tahun sekali maupun  tiga tahun sekali.

“Di Desa Cermin Alam saat ini petani sudah menggarap sawahnya hingga tiga kali dalam setahun,” terang Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura (TPH) Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Tebo, Kembar N saat dijumpai Radar Tebo Senin (10/10) kemarin.

Berbeda dengan di Desa Pagar Puding maupun di Kelurahan Sungai Bengkal Kecamatan Tebo Ilir, pada umumnya warga petani hanya menggarap lahan sawah dalam setahun hanya sekali tanam. Hal ini kerap terjadi karena warga petani masih memegang kuat pepatah tua yang mengatakan sangatlah ‘hino diri jiko menjual beras’.

“Kita sering dengar petani mengatakan sangat hina diri kita jika menjual beras,  dan merekapun kebanyakan bercocok tanam padi sawah hanya sekedar untuk makan sendiri. Padahal jika dijalani serius dan lebih maksimal kearah pemenuhan permintaan pembeli tentunya akan memberikan efek positif yang cukup besar,” ujarnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut adalah merupakan salah satu kendala yang menyebabkan rendahnya produksi padi sawah di Kabupaten Tebo. Selain itu Kembar juga menjelaskan bahwa dari 12.000 Hektar lahan sawah yang ada di Kabupaten Tebo yang tergarap secara rutin yaitu hanya seluas 5.400 Hektar.

Dan untuk tahun 2011 ini dari lahan baku tersebut, hanya tiga ribuan Hektar lahan yang ditanam. Secara rinci yaitu di Tebo Tengah 252 Hektar, Tebo Ilir 1.773 Hektar, Tebo Ulu 574 Hektar, Sumay 385 Hektar, VII Kot 40 Hektar, VII Koto Ilir 50 Hektar, Tengah Ilir 73 Hektar, Muara Tabir 335 Hektar, dan tidak ketinggalan KecamatanSerai Serumpun yaitu sebanyak 152 Hektar.

Petani padi sawah menanam tanaman pokok ini kerap hanya untuk menyimpannya sebagai konsumsi keluarga. Sehingga pada keluarga-keluarga petani memiliki lumbung pangan sendiri di rumahnya. Di desa-desa tertentu, terutama yang masih menjaga kearifan lokalnya, masih mempertahankan fungsi lumbung pangan bersama. Sehingga pada saat paceklik pangan, bahan-bahan pokok yang mereka simpan bisa lebih berharga dari emas.

Pada jaman moderen seperti sekarang ini, gaya bercocok tanam padi sawah ini  menjadi tidak selaras lagi. Selain banyak dinamika kehidupan yang menuntut adanya uang kontan dan kebutuhan hidup yang kian meningkat, tuntutan penyediaan pangan jenis beras pun semakin tinggi dan bervariasi dengan banyaknya jumlah penduduk. Baik itu datang dari pasar, perusahaan bahan pangan, maupun dari pemerintah.

Dengan semakin meningkatnya permintaan kebutuhan pangan, seperti yang dialami Kabupaten Tebo. Dari hasil produksi padi seluas 5.400 Hektar lahan sawah baku saat ini hanya mampu memenuhi 40 persen kebutuhan penduduk dalam setahun.  Nah, jika kebutuhan ini bisa dimanfaatkan sebagai peluang bisnis tentunya akan memberikan dampak peningkatan ekonomi kehidupan. Bahkan Kabupaten yang umurnya akan genap dua belas tahun ini diperkirakan akan mampu melakukan swasembada beras.

“Jika 12.000 lahan sawah di Tebo ini digarap, kita kali aja satu hektar 4,2 Ton Gabah Kering Giling satu hektarnya, atau 2,5 Ton beras perhektarnya. Jadi dalam setahun 12.000 hektar lahan tersbeut mampu memproduksi beras sebanyak 30 Ribu Ton, dan ditambah pula dalam setahunnya petani menggarap sawah hingga dua kali dalam setahun, wah jumlah produksinya tentu akan sangat besar dan berkemungkinan kita kan bias swasembada beras,” ujarnya.

Disamping itu, Kembar menjelaskan bahwa kurangnya angka lahan sawah yang ditanami pada tahun 2011 ini dikarenakan musim kemarau yang cukup ekstrim pada tahun ini, dan selebihnya dari 5.400 hektar lahan sawah yang belum sama sekali di garap yaitu dikarenakan infrastrukturnya yang kurang maksimal.

“Disatu sisi pada tahun ini ada lahan sawah baku yang tidak tergarap yaitu dikarenakan kemarau, dan juga memang ada lahan yang infrastrukturnya minim. Sehingga petani enggan menggarapnya,” terangnya.

Mewujudkan 12.000 Hektar lahan sawah ini agar digarap warga petani di Bumi Seentak galah serengkuh dayung ini tentunya bukanlah hal yang mudah. Perkiraan untuk melakukan pengadaan pencetakan sawah saja satu hektarnya memerlukan biaya mencapai Rp 10 Juta. Dan selain itu waktu yang dibutuhkan juga sangat lama jika ini dilakukan terhadap 6600 lahan sawah yang kondisinya minim infrastrutur tersebut. Belum lagi system pengairannya yang butuh dibangun maupun diperbaiki.

“Untuk saat ini kita berharap pemerintah memberikan perhatian dan dukungan untuk pengadaan infrastrukur lahan sawah tersebut, dan yang terpenting pula kepada para petani padi sawah hendaknya dalam bercocok tanam padi tidak hanya sebatas untuk kebutuhan pangan keluarga saja, tapi lebih mengarah kepada produksi hasil padi yang bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar,” pungkasnya.(*)

Jika ada masukan terkait penulisan sobat silahkan komentar ya...jangan sungkan-sungkan...Trims

Pengikut