Entri Populer

23.1.12

Sembilan Kecamatan Di Tebo Rawan Konflik

MUARATEBO,JS- Berkaca dari peristiwa konflik masyarakat pendatang dari Provinsi Riau dan Sumut dengan PT LAJ di Kecamatan VII Koto beberapa waktu lalu, serta sangketa lahan antara KAT Sungai Inuman Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir dengan warga Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay baru-baru ini, diperkirakan 9 kecamatan di Kabupaten Tebo terancam konflik yang terjadi akibat tidak adanya kejelasan batas-batas lahan di lapangan secara nyata.


Untuk mengatasi persoalan ini masyarakat berharap kepada Pemerintah Kabupaten Tebo segera mengambil langkah cepat guna meminimalisir terjadinya gesekan dan konflik yang berentetan. 

Seperti yang dikatakan oleh Direktur Eksekutif Yayasan Kaki Rimbo Kabupaten Tebo, Wahyudhi Yusuf, kepada Jambi Star, Selasa (23/1) kemarin. 

Tindakan yang harus diambil pemerintah, yaitu dengan melakukan identifikasi tata ruang dengan melakukan kembali pemetaan ulang HPL, HP, taman nasional maupun hutan lindung.

“Ini memang sesuatu yang berat. Sebab, dengan identifikasi tata ruang dan pemetaan kembali, nantinya tindakan yang diambil yaitu dengan memperkecil luas HP dan memperbesar luas HPL. Sebab, sejauh ini di Kabupaten Tebo tidak ada kejelasan batas-batas lahan di lapangan. Memang di peta ada, tapi nyatanya ketika kita lihat di lapangan sama sekali tidak ada. Bahkan, saat ini di Kabupaten Tebo ada tiga desa yang diakui secara defenitif, Sungai Karang, Semambu dan Pemayungan, letaknya berada di dalam wilayah HP,” terang Wahyudi. 

Dijelaskannya, di Kabupaten Tebo sebelumnya memiliki Hak Penguasaan Hutan (HPH) oleh tiga perusahaan besar, yaitu PT Sylva Gama sebesar 52 ribu hektar yang hingga kini masih ada dan berada di wilayah Kecamatan Tebo Tengah. Kemudian HPH PT Dalex Hutani Esa yang terbentang di Kecamatan Tengah Ilir, Tebo Tengah, Sumay, dan Tebo Ulu dengan luasan 72 ribu hektar, hanya saja HPH PT Dalek ini telah ditake over kepada Rimba Hutani Mas (RHM)

“Karena vakum produksi di tahun 2002, PT Dalek meninggalkan wilayah kawasan yang menjadi tanggungjawabnya tersebut dalam open acces. Dalam rentang 2002 sampai 2009 karena terdapat fakta kawasan hutan menjadi seakan tak bertuan, maka telah terjadi okupasi besar-besaran yang dilakukan masyarakat untuk dijadikan areal perladangan dan perkebunan,'' jelasnya. 

Sementara, menurut dia, saat ini  HPH PT Dalek sudah ditake over ke RHM. ''Hanya saja, kita tidak tahu pasti berapa hektar yang ditake over dan sebentar lagi akan beroperasi. Tentunya, hal ini ke depannya akan menyimpan konflik,” ungkapnya.

Dalam data Kaki Rimbo pada 2011, luasan wilayah HPH PT Dalek Hutani Esa yang telah okupasi berdasarkan klaim adat desa untuk Kecamatan Sumay, yaitu di Desa Suo-suo seluas 7 ribu Ha, Semambu 5 ribu Ha, Pemayungan 4 ribu Ha, Dusun Tuo 4 ribu

Sedangkan di Teluk Langkap 2 ribu Ha, dan di Kecamatan Tebo Tengah di Desa Kandang 2 ribu Ha, Pelayang 1 ribu Ha, serta Kecamatan Tengah Ilir di Desa Muara Kilis seluas 9 ribu Ha. 
Okupasi yang terjadi berkisar antara 80 persen hingga 90 persen. Artinya, hampir seluruh HPH dirambah masyarakat.

“Selain itu, HPH PT IPA yang dulu terletak di Kecamatan Tebo Ulu, VII Koto, VII Koto Ilir dan Serai Serumpun, lahannya sudah dibagi-bagi. Sekarang, di dalamnya ada PT TMA yang pernah konflik, PT LAJ yang baru-baru ini terjadi pembakaran kamp serta ada korban konflik kekerasan. Kemudian PT Wanamukti Wisesa yang juga pernah terjadi konflik dan ketiga perusahaan ini hingga saat ini masih aktif. Terakhir yaitu PT Arangan Lestari yang belum tersentuh konflik, sebab Arangan Lestari belum beroperasi,'' ungkapnya.

Satu lagi, menurutnya, di wilayah Kecamatan Tebo Ilir dan Muara Tabir ada PT Limbah Kayu Utama yang saat ini telah mendapat izin dan amdalnya selesai, serta menunggu saatnya beroperasi juga menyimpan konflik. Sebab, wilayah perusahaan itu telah dikuasai masyarakat.

Hal senada juga dikatakan oleh salah satu anggota Aliansi Pemuda Tebo Bersatu (APTB), Oktaviandi. Menurutnya, untuk mengantisipasi terjadinya konflik tenurial ini, pihak pemerintah daerah (Pemda) harus cepat mengambil tindakan.

“Pemda hari ini dihadapkan dengan persolan yang pelik dan yang harus dilakukan, yaitu dengan memperjelas tapal batas. Sebab, saat ini batas desa di Kabupaten Tebo tidak diketahui secara jelas,'' tukasnya.

Menurut dia, Dishut mestinya lebih intens turun ke lapangan. Sebab, alasan dengan minimnya polisi hutan itu, tidak tepat. Jika itu yang menjadi kendala, maka segera itu direalisasikan. Sebab, dalam awal tahun 2012 ini sudah terjadi dua konflik lahan.

Sementara itu, Bupati Tebo, H Sukandar menghadapi persoalan ini telah mulai melakukan sosialisasi dan turun ke kecamatan mengumpulkan kepala desa, tokoh masyarakat dan bahkan pihak pemerintah kecamatan untuk membicarakan persoalan di dalam tubuh masyarakat. Dalam pertemuan yang kedua di aula Kantor Camat Tebo Ulu yang dihadiri oleh pemerintah desa dan Kecamatan Serai Serumpun, Sumay dan Tebo Ulu, Bupati juga menghimbau kepada kepala desa untuk lebih peka dan cepat melaporkan apabila terjadi persoalan di tatanan masyarakat.

“Jauh hari sebelum saya terpilih, saya sudah sampaikan bahwa siapa yang memimpin Tebo mendatang harus siap dengan persoalan konflik lahan. Untuk itu, saya minta kepada semua Kades maupun camat apabila ada persoalan sedemikian, tolong segera diminimalisir dan laporkan ke yang bersangkutan untuk dicari jalan keluarnya,'' tegasnya.

Soal minimnya Polhut saat ini, Bupati sedang memikirkan itu. Sebab, pihaknya ingin mereka yang ditunjuk sebagai Polhut nantinya benar-benar energik dan bekerja dengan baik.(crt)

Pengikut