Entri Populer

9.10.11

Ketika Kemarau Menyapa Tebo

Anomali cuaca yang terjadi berupa musim panas pada Agustus-September di Kabupaten Tebo pada beberapa waktu lalu menimbulkan dampak serius dan mengkhawatirkan. Selain kekeringan, musim kemarau juga berdampak kebakaran serta terhambatnya aktivitas perekonomian masyarakat.

Meskipun sempat hujan pada Minggu (11/9) di hari, warga masih belum merasa tenang. Bahkan segenap warga dan tokoh masyarakat terus berharap agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengkoordinir pelaksanaan sholat meminta hujan.

“Meskipun semalam hujan, kami sangat berharap kepada MUI dan Ormas lainnya untuk melaksanakan sholat minta hujan. Dengan upaya dan doa mudah-mudahan kondisi yang mengkhawatirkan saat ini dapat berubah menjadi baik,” ujar tokoh masyarakat Tebo, dam mantan anggota DPRD dua periode, Muhammad Toha Minggu (11/9) lalu.

Kemarau yang berlangsung sejak agustus lalu ini memang telah banyak membuat warga mengalami kerugian, namun di yakini hakikatnya cuaca ekstrim tersebut datangnya karena ulah manusia yang kerap merusak lingkungan seperti hutan dan lainnya. Kerusakan alam yang terjadi kini mulai terasa dan semuapun mulai panik.

Kebanyakan warga untuk mandi cuci dan keperluan lainnya saat ini mengambil air di sungai batanghari dengan menggunakan mesin air dan selang yang di ulur panjang hingga kepenampungan air di rumah warga, namun sebagian ada yang terkendala karena selang tersebut tidak sampai lagi ke sungai.

Kemarau di bulan agustus dan september ini tidak hanya menyebabkan penurunan muka air Sungai Batanghari  saja, tetapi juga mengakibatkan keringnya sumur warga dan juga berdampak terhadap kerusakan ekonomi di sejumlah daerah di Tebo yang bergantung pada resapan air  tanah.

Seperti yang dialami warga petani karet di Rimbo Ilir dan sekitarnya, karena kemarau yang cukup ekstrim ini membuat mereka lebih memilih berheti menderes karet, “Gara-gara kemarau iki ora iso motong, getah parah (karet,red) ne sedikit tenan, bahkan eneng sing ora netes ke tempat penadahan ne,” ujar wasno warga Rimbo Ilir yang ekonomi kehidupannya bergantung pada pekerjaan penyadap karet.

Tidak hanya itu,  bahkan warga petanipun juga harus menangis karena lahan kebunnya terbakar hangus menjadi debu. Selain itu untuk mendapatkan air bersih warga yang biasanya hanya merebus air sumur kinipun harus mengueluarkan kocek Rp. 4000/hari untuk membeli air minum mineral galonan yang di dapat dari depot di pasaran desa atau kelurahan.

Secara umum penerangan listrikpun ikut terganggu karena menurunnya debit air. Selain listrik sering padam, PDAM kini juga mulai terasa jarang hidup karena tegangan listrik yang menurun. “Beberapa minggu lalu sempat terjadi pergiliran pemadaman listrik di wilayah ranting muara tebo, dan itu di karenakan menurunnya debit air. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini cuaca kembali normal dan hujan mulai turun lagi sehingga kita tidak kesulitan,” ujar Ishak warga Desa Tambun Arang.(*)

Mudah-mudahan ini hanyalah ujian dari Allah SWT…dan kita tetap kuat menghadapinya…

Pengikut